Kamis, 28 Februari 2013

Rindu bukan buah randu

Rinduku
Sampaikan rinduku
Dimanakah rinduku
Perih mencandu
Gila merindu

Belenggu menutup pintu
Irisan kalbu terjerat rindu
Rindu rindu rindu
Bukan buah randu
Hanya rindu yang mencandu

Rindu obatnya bertemu
lepas bagai tersapu
Hilanglah rindu
Rinduku
Kini manis bagai madu

Selasa, 26 Februari 2013

Mandirikan aku bangsa tercinta



Cadangan devisa Indonesia selama tahun 2012 ampai awal tahun 2013 mengalami trend penurunan walaupun di pertengahan tahun 2012 memperlihatkan kenaikan, namun di awal 2013 kembali turun tajam. Kebutuhan dalam negeri Indonesia selama ini masih banyak yang dipenuhi oleh produk-produk impor, sedangkan ekspor Indonesia mengalami penurunan akibat permintaan global yang menurun sebagai dampak krisis ekonomi dunia. Eksportir juga masih banyak yang menyimpan dana hasil ekspornya di bank luar negeri, selain karena adanya perjanjian/kontrak namun juga karena alasan biaya yang lebih murah serta kurangnya kepercayaan dalam menyalurkan dana hasil ekspornya di bank devisa dalam negeri.

Indonesia, walaupun merupakan negara yang kaya sumber daya alam dan tenaga kerja, kebutuhan masyarakatnya terutama pangan dan sandang ternyata ditopang oleh impor. Kebijakan impor daging sapi dan kedelai memberi dampak bagi inflasi bahan makanan di Indonesia. Kurangnya kemampuan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebenarnya hal yang aneh. Setiap orang di Indonesia mengenal Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alamnya, minyak bumi, batubara, dan mineral-minerah hasil tambang yang berlimpah semuanya ada di Indonesia, namun hasilnya lebih banyak lari keluar negeri, karena perusahaan pengeruk hasil bumi di Indonesia kebanyakan perusahaan asing. Konsumsi BBM di Indonesia juga luar biasa besar,Pertamina menghabiskan miliaran dollar AS untuk membeli BBM, subsidi bahan bakar minyak dan aliran kendaraan bermotor milik perusahaan asing di Indonesia yang dijual dengan begitu mudah membuat lbh banyak devisa yang dibakar.

Di akhir tahun 90-an, masyarakat Indonesia harus merogoh saku lebih dalam kalau ingin menikmati apel merah ataupun buah pir karena buah tersebut termasuk buah impor yang mahal, namun saat ini buah-buahan impor justru lebih murah daripada buah-buahan lokal. Harga sekilo manggis dengan harga sekilo jeruk mandarin justru lebih mahal harga sekilo manggis. Masyarakat pun lebih banyak mengkonsumsi buah impor, buah lokal semakin tersingkir. Walaupun kini pemerintah mulai membatasi impor buah, tidak serta merta memberi efek baik bagi perekonomian dalam negeri. Dampaknya perusahaan-perusahaan makanan minuman yang memerlukan bahan baku buah-buahan meradang akibat kebutuhan buah tidak sepenuhnya dapat didapatkan dari dalam negeri.

Banyak kasus dimana ketika pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan pembatasan impor, yang mana tentu saja dapat mengurangi beban devisa, justru kemudian menimbulkan permasalahan baru, seperti inflasi akibat kurangnya supply dan tersendatnya bahan baku bagi industri. Sepertinya Indonesia sudah tidak lagi menjadi negara agraris, karena kebutuhan pangan seperti daging sapi, kedelai, dan buah-buahan tidak lagi bisa dipenuhi oleh petani dalam negeri. Kebanyakan bahan pangan impor dari Amerika Serikat, Thailand, Australia, dan bahkan Jepang yang jumlah lahannya lebih sedikit dibanding lahan di Indonesia.

Kebutuhan sandang saat ini juga sebagian besar dipenuhi oleh produk-produk impor, khususnya produk dari China yang harganya jauh lebih murah dari produk lokal sehingga banyak perusahaan-perusahaan lokal yang tutup akibat kehilangan pasar. Produk-produk asing mampu di jual murah, lalu kenapa di Indonesia pengusaha tidak mampu menghasilkan produk dengan harga yang bersaing? Biaya produksi yang tinggi menjadi salah satu penyebab tingginya harga jual produk-produk Indonesia. Bunga kredit, biaya upah, listrik yang masih tinggi, dan birokrasi menjadi salah satu inefisiensi produksi dalam negeri.

Sampai saat ini blue print perekonomian Indonesia masih belum jelas, entah akan memilih pengembangan sektor pertanian, industri, atau jasa. Sedangkan negara-negara tetangga berkembang karena telah memilih competitive advantage yang memberi nilai tambah dalam persaingan Internasional. Thailand yang fokus pada pertanian, menjadi pemasok bahan pangan ke negara-negara lain, salah satunya Indonesia. Jepang yang maju sebagai negara industri dengan perkembangan teknologi maju menjadi pemasok mesin-mesin, kendaraan, dan elektronik bagi negara-negara lainnya. Lucunya, Indonesia menggunakan lebih banyak mobil dan sepeda motor perusahaan Jepang, lebih banyak daripada penduduk Jepang sendiri. Bukan karena penduduk Indonesia yang lebih banyak daripada penduduk Jepang, namun karena Jepang memiliki sarana/fasilitas transportasi umum yang layak dan terintegrasi, sehingga masyarakatnya lebih memilih transportasi umum daripada kendaraan pribadi.

Mencontoh Thailand dan Jepang terlihat bahwa investasi pada salah satu bidang memberikan dampak pada tahun-tahun selanjutnya. Jepang tidak perlu menghambur-hamburkan devisanya untuk membiayai impor bahan bakar minyak untuk konsumsi masyarakatnya, karena adanya transportasi umum. Sedangkan Thailand sebagai negara agraris bukan berarti pertaniannya bersifat konvesional, nyaris setiap makanan hasil rekayasa genetika yang terkenal di Indonesia selalu diakhiri dengan Bangkok (ibukota Thailand) seperti jambu bangkok dan durian bangkok.

Lalu kenapa Indonesia masih memiliki pertumbuhan yang bagus ketika banyak negara-negara di Eropa yang nyaris bangkrut? Itu disebabkan dari sumber daya alam dan jumlah penduduk yang berlimpah, saat ini sumber daya alam digerus untuk memenuhi kepentingan bisnis, kebanyakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui. Jumlah penduduk yang berlimpah memberi efek positif berupa daya serap/konsumsi tinggi sehingga masih bisa mendorong pertumbuhan PDB, sayangnya hal tersebut jika dibiarkan terus menerus tanpa diimbangi dengan pertumbuhan produktivitas maka tidak diragukan lagi beberapa tahun ke depan krisis akan melanda Indonesia lagi.

Lihat saja kebijakan impor yang telah disebutkan tadi, ketika produksi dalam negeri tidak mampu menggantikan kedudukan produk impor, harga-harga menjadi naik. Pemerintah yang mengambil tindakan untuk mencegah semakin berkurangnya devisa dan melemahnya rupiah melalui kebijakan pengurangan impor merupakan peluang bagi pengusaha dalam negeri, sayangnya kompetensi dalam negeri tidak mampu meraih peluang tersebut. Selain itu kesadaran masyarakat tentang perlunya menggunakan produk dalam negeri dibanding memilih produk impor masih sangat rendah.

NB: pertunjukkan-pertunjukan seperti konser musik dengan bintang tamu artis luar negeri juga merupakan salah satu bentuk impor, dimana yang diimpor adalah jasa pertunjukkan sehingga hal tersebut juga dapat mengurangi devisa.


Selasa, 12 Februari 2013

Sang Dewi


Wahai Rama..
Apa arti Sita bagimu?
Pengasingan
Pengembaraan
Peperangan

Kutinggalkan saja kau demi gemerlap Alengka
Kupilih lah Rahwana yang berkuasa
Namun benarkah itu..
Pernahkah aku pergi dengan sengaja ketika segala derita menerjang?
Dia sang Rahwana yang kau jatuhkan demi kehormatanku
Akankah kekuasaan dari kekejaman para raksasa akan kau akhiri tanpa aku?

Wahai Rama..
Keagunganmu sudah tak mungkin kupertanyakan
Kepemimpinanmu sudah pasti kupercaya
Namun sang kala menunjukkan padaku bahwa kau berubah

Dulu akulah Sita
Dipuja,
diperebutkan,
dicintai
Hingga..
disakiti,
dicampakkan
bukan karena tak lagi cinta, hanya tak percaya

Wahai Rama..
Bahkan mata dewamu tertutup dari kebenaran
Setelah semua badai berlalu
Badaimu..
Namun badaiku baru bertiup lebih keras
Apakah mungkin aku menikmati ketiadaanmu?

Perangtologi


Perang..
Bukan karena sekedar perangai pelaku

Perang..
Kewajiban manusia

Perang..
Kesenangan para dewa

Perang..
Bukan sekedar mitos

Perang..
Pelengkap cerita

Perang..
Memisahkan ibu dan anak-anaknya

Perang..
Menyatukan negara

Perang..
Cuma di kepala

Rindu Sang Rahwana


Sita..
Cintamu tak pantas untuk dia
Sita..
Taukah dirimu dia hanya akan menarikmu dalam jurang derita
Sita..
Berhentilah memanggil namanya

Seandainya aku bukan raksasa
Seandainya aku putra raja biasa
Seandainya pengandaian menjadi nyata

Harusnya kupaksa kau
Harusnya tak kubiarkan diriku terbunuh
Harusnya kau lah menghapuskan hausku

Sita kau berbeda
Namun mengapa kau menjadi sama seperti wanita lainnya
Kau kembali kepada dia
Kau membela dia
Kau puja dia
Yang hanya kan menyakitimu
Kau menjadi sama saja dengan wanita biasa
Mencintai pria yang mengharapkan pengorbananmu seutuhnya
Menyesalkah kau ketika harus terjun ke api?
Membuktikan kesetianmu yang kutahu tak tergoyahkan
Kau tolak gemerlap yang kutawarkan hanya demi ketidakpercayaan dan hinaan
Ah,, Sita
Bodohnya dirimu

Dimensi

Kemarin,
pertanda waktu telah terlewati
tidak ada jalan kembali
karena semua telah pergi
apakah tidak kita sadari
kemana semua berlari

Sekarang,
adalah dimana semua berada
kehilangan dan kedatangan
seperti air mengalir ke samudera
saat ini segalanya mendera
kesedihan penuh duka
kebahagiaan berderai tawa
atau kosong mengisi hampa

Esok
mungkin bisa menjerembab terperosok
bertemu beberapa sosok
ada yang berselisih ada yang cocok
tenang atau heboh
siapa saja bisa berseloroh
goyah dan kokoh
kita tunggu ayam berkokok...

Kamis, 07 Februari 2013

Analisa Industri Sebagai Alat Bantu Analisa Kredit



Analisa Kredit dilakukan sebelum memberikan pembiayaan kepada calon debitur atau penambahan pembiayaan kepada debitur. Prinsip 5  C yang meliputi Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition sering dijalankan dalam analisa kredit. Dalam pembahasan ini akan lebih ditekankan tentang C yang terakhir yaitu condition. Condition dalam pengertian ini adalah faktor-faktor eksternal di luar dari perusahaan yang akan dibiayai namun dapat mempengaruhi perusahaan tersebut. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, faktor makro dan faktor industri.
Faktor Makro
Faktor makro dapat berpengaruh langsung ke perusahaan tersebut atau tidak langsung yaitu melalui industri tempat perusahaan tersebut berada. Faktor makro seperti kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi baru, demografi, dan hal serupa lainnya bisa langsung mempengaruhi sebuah perusahaan tanpa mempengaruhi industrinya, seperti misalnya peraturan pemerintah yang memberi batasan bunga komersial untuk KPR dengan tipe di bawah tipe 36, hal tersebut dapat mengurangi keuntungan pengembang (developer) yang sudah melakukan akad kredit untuk rumah tersebut dengan bunga komersial di atas ketentuan pemerintah. Namun, hal tersebut tidak memberi pengaruh kepada keseluruhan industri pengembangan rumah rakyat.
Sedangkan pengaruh faktor makro secara tidak langsung adalah faktor makro yang mempengaruhi sebagian besar bahkan keseluruhan industri sehingga perusahaan yang di dalamnya otomatis menerima dampaknya juga. Contohnya, keputusan pemerintah untuk membatasi ekspor karet demi menaikkan harga karet dunia, akhirnya para pelaku bisnis karet di industri tersebut  bisa menikmati harga karet yang cukup tinggi setelah kebijakan tersebut di jalankan. Bisa juga seperti saat munculnya smartphone meningkatkan penggunaan jasa layanan data dan internet dari industri telekomunikasi, industri telekomunikasi tidak lagi hanya menjual fitur telepon dan pesan singkat. Perusahaan-perusahan di dalam industri telekomunikasi mau tidak mau harus bisa menghadirkan layanan data sesuai dengan perkembangan teknologi smartphone mulai dari 3G, HSDPA, dan lain sebagainya jika tidak mau tertinggal dalam industri.
Faktor Industri
Analisa industri sendiri dipersempit dalam batasan industri tempat perusahaan tersebut menjadi anggotanya. Industri yang dimaksud di sini adalah kumpulan usaha-usaha yang memproduksi atau menjual produk sejenis target wilayah pemasaran yang sama. Alat yang paling sering digunakan untuk menganalisa kondisi suatu perusahaan dalam industrinya adalah analisa Porter 5 forces dari Michael Porter.

Di dalam suatu industri setiap perusahaan di dalamnya akan saling bersaing, dalam memperebutkan market share dan keuntungan yang besar. Industri yang menggiurkan dan menjanjikan keuntungan akan menarik pendatang-pendatang baru untuk masuk ke industri tersebut, namun calon pendatang baru tersebut juga tidak langsung masuk ke dalam industri hanya karena tergiur keuntungan, melainkan juga melihat hambatan untuk masuk dan keluar industri tersebut. Selain menghadapi tekanan dari dua arah tersebut, perusahaan juga akan mendapat tekanan dari pemasok (supplier) apabila daya tawar-menawar pemasok (bargaining power of suppliers) lebih besar daripada daya tawar menawar perusahaan akibat dari bahan baku tersebut hanya bisa dibeli dari beberapa pemasok (tidak adanya pilihan). Begitu juga dengan tekanan dari pihak pembeli (buyer), daya tawar-menawar pembeli (bargaining power of buyers) yang tinggi akibat banyaknya pilihan di pasaran akan membuat perusahaan semakin tertekan. Kehadiran produk yang dapat menggantikan produk yang diproduksi atau dijual perusahaan, juga semakin menyesakkan perusahaan, karena pembeli dapat sewaktu-waktu beralih dari produknya ke produk substitusi apabila terjadi kenaikan harga, perubahan kualitas, dan hal-hal lainnya.
Meskipun demikian, kondisinya akan melegakan perusahaan jika kelima faktor tersebut bersifat kebalikan dari apa yang telah dijelaskan di atas.
Contoh:
Sebagai contoh, industri roti, saat ini dimana-mana bisa ditemukan toko-toko yang menjual roti, mulai dari supermarket besar, gerai-gerai roti, sampai roti-roti yang dijual di kaki lima. Saat ini bahkan ada perusahaan roti nasional seperti Sari Roti yang menyentuh pelanggan sampai pelosok-pelosok. Tekanan persaingan dari dalam industri saja sudah sangat besar, namun masih dapat dilihat banyak pelaku usaha yang mencoba masuk bisnis ini, karena hambatan untuk masuk ke dalam industri (barriers to entry) cukup rendah, seseorang hanya memerlukan mesin pengadon, oven, dan resep membuat roti, bukan modal yang besar. Banyaknya produsen roti dengan berbagai varian roti yang dijual, membuat pembeli memiliki banyak pilihan, jika bosan dengan roti A pembeli dapat berganti roti B tanpa memerlukan biaya pergantian begitu pula dengan produk substitusi, bosan dengan roti pembeli bisa berganti biskuit atau puding, tanpa harus mengeluarkan biaya akibat pergantian tersebut.
Sedangkan untuk bahan baku roti, yaitu tepung terigu, bisa didapatkan dimana-mana, namun harga tepung terigu sudah dipatok. Selain itu, terigu yang ada dipasaran bisa saja langka akibat produsen utama terigu yang terkenal tersebut, memiliki group usaha produsen mie instan nasional, sudah dapat dipastikan bahwa perusahaan tersebut akan mengutamakan kebutuhan group usahanya daripada perusahaan-perusahaan roti yang hanya bisa menunggu pasokan di pasaran.

Itulah sekilas ilustrasi tentang ancaman yang dihadapi oleh perusahaan dalam suatu industri, namun bisa saja ancaman tersebut menjadi peluang bagi perusahaan lainnya, tergantung dari strategi bisnis yang diterapkan oleh perusahaan tersebut. Dalam analisa kredit, hal-hal di atas perlu untuk diketahui oleh para analis, karena dalam menilai usaha calon debitur, kemampuan perusahaan dalam menangani ancaman dan mengambil peluang dari setiap faktor makro maupun faktor industri, akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menjaga likuiditas dan keberlangsungan perusahaannya. Pada analisa C terakhir, yaitu condition, minimal dalam suatu analisa kredit dilakukan analisa terhadap lima aspek di atas. Seandainya perusahaan memiliki kelemahan-kelemahan terhadap aspek-aspek di atas maka risiko yang mungkin dapat terjadi pada saat pembiayaan sudah bisa dimitigasi sejak awal, atau kelayakan perusahaan dapat dilihat terhadap bagaimana perusahaan menghadapi kelemahan-kelemahannya tersebut, jika selama ini tidak ada kemampuan untuk mengatasi/memitigasi permasalahan-permasalahan yang berbenturan dengan industrinya maka bisa saja pembiayaan yang direncanakan ditahan atau dibatalkan.