Jumat, 29 Mei 2009

Endek Bali Sebagai Produk Berbasis Keunggulan Budaya Lokal

A. Peluang Endek sebagai Industri Berbasis Budaya

Tenun ikat Bali atau endek merupakan produk budaya yang awalnya jenis kain tersebut hanya digunakan para orang tua dan kalangan bangsawan, tetapi kini sudah hampir sebagian besar masyarakat Bali bisa mengenakan, baik untuk upacara besar maupun sembahyang ke Pura. Endek yang dihasilkan dari industri endek di Bali rata-rata masih menggunakan motif dan desain tradisonal, yang beberapa diantaranya hanya digunakan pada saat upacara adat. Kain-kain, yang disebut wastra dalam adat Bali, berperan sangat penting dalam upacara-upacara adat. Sejak lahir sampai meninggal, mulai pagi hari ketika matahari terbit sampai terbenam, orang Bali menjalani kehidupannya dengan berbagai upacara adat. Warisan budaya ini menyebabkan beberapa jenis kain dianggap sakral dan berhubungan erat dengan upacara-upacara keagamaan (Sukawati, 2007). Kain endek pun beberapa diantaranya memiliki ragam hias yang dihubungkan dengan upacara sakral atau hanya boleh digunakan oleh orang tertentu. Hal ini menyebabkan, endek sebagai budaya yang harus dilestarikan namun tidak boleh diperlakukan sembarangan, karena dapat merusak nilai dari budaya yang harusnya dijaga.

Kain endek Bali sebagian besar didesain dan diproduksi untuk kepentingan pasar lokal Bali, sehingga warna, motif dan designnya sesuai selera masyarakat Bali. Namun, apabila hanya berkutat pada pasar lokal di Bali maka output yang dapat diserap akan semakin kecil, ditambah lagi dengan masuknya jenis kain dari luar bali, yang membuat perajin endek Bali semakin terengah-engah dalam menjalankan usahanya (Ari, 2006). Oleh karena itu sangat penting bagi perajin untuk menyasar pasar domestik seperti yang dilakukan oleh kain batik. Menurut perajin endek di Denpasar, desain Endek Bali tidak pernah kekeringan kreativitas, bahkan desain asli budaya Bali mungkin lebih unggul dibanding daerah lainnya (Ari, 2006). Perluasan pasar dari pasar lokal ke pasar domestik bukan hal yang mustahil, asalkan perajin mampu menciptakan desain yang sesuai pasar dan kain yang nyaman maka endek dapat masuk ke pasar mana saja (Dewa, 2008).

Perluasan pasar ke pasar internasional juga sangatlah besar. Saat ini, TPT Bali telah memiliki tempat tersendiri di pasar dunia. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali (2008), endek merupakan produk unggulan Provinsi Bali. Peluang ekspor endek cukup besar dilihat dari masih tingginya ekspor tekstil Indonesia, yaitu menyumbang rata-rata 62 persen per tahun dari total kontribusi komoditas ekspor dan ekspor tekstil Indonesia tahun 2008 mencapai 10,83 miliar dollar AS (Kompas, 2009). Walaupun permintaan ekspor tekstil dari Amerika Serikat menurun, namun sasaran pasar ekspor tekstil Indonesia semakin luas. Timur Tengah, Afrika, dan Jepang dapat menjadi sasaran ekspor tekstil yang potensial, khususnya bagi endek. Jepang terkenal memiliki karakter pasar tekstil dengan selera tinggi dan perubahan mode yang sangat cepat (Kompas, 2009). Oleh karena itu, penjajakan pasar dan tukar informasi menjadi hal penting agar Endek Bali dapat masuk ke pasar Jepang dengan desain, jumlah, dan mutu produk yang tepat. Namun, diperlukan strategi agar dapat memenuhi selera konsumen, sehingga memiliki daya saing di negara tujuan ekspor. Desain, motif, dan warna dapat disesuaikan dengan keinginan pasar, namun kekhasan endek harus tetap dipertahankan karena unsur budaya lokal yang ada di dalamnya memberi nilai tambah dan keunikan bagi industri endek lokal.

Selain masalah desain, motif dan warna yang sesuai dengan selera masyarakat, masalah lain yang di hadapi oleh pelaku industri endek adalah kurangnya promosi. Masih banyak perajin endek yang menggunakan sistem pemasaran sederhana, yaitu hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Menurut Ni Nengah Srianti (2009) selaku pengamat bisnis di Bali, sebagian besar perajin endek hanya melakukan promosi secara personal. Masih ada keengganan dari perajin untuk memasarkan produknya dengan media-media elektronik yang tersedia. Sistem promosi ini menyebabkan peluang pasar yang dapat direbut oleh para perajin endek menjadi lebih kecil.

Oleh karena itu, keterlibatan semua pihak dalam mempromosikan endek yang lebih gencar dan melindungi endek dari penjiplakan, menjadikan endek dapat semakin terangkat seiring peningkatan kreativitas dan inovasi desainer lokal untuk memenangkan persaingan baik lokal, domestik maupun internasional (Gun, 2007). Keberhasilan industri tekstil, terutama dalam pasar ekspor, membantu peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat. Tahun 2008 jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri tekstil mencapai 10,28 juta tenaga kerja (Kompas, 2009). Peningkatan ekspor tekstil pastinya memberi efek peningkatan pendapatan nasional atau pengeluaran agregat. Apabila ekspor endek mampu mengalami peningkatan setelah inovasi pada endek diterapkan, maka ada kemungkinan terjadi efek multiplier terhadap pendapatan nasional. Selain itu, masuknya endek dalam pasar dunia akan dapat membukakan peluang kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja, sehingga angka pengangguran dapat ditekan, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di sini, endek tidak hanya berpeluang masuk ke pasar dunia, tapi juga berpeluang meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui ekspor endek.

B. Tri Hita Karana sebagai Keunggulan Budaya Lokal dalam Mendukung Kreativitas Industri Kerajinan Endek

Sifat tradisi dan kehidupan masyarakat di Bali pada umumnya penuh diliputi oleh upacara keagamaan yang sarat dengan nilai-nilai filosofi (Sukawati, 2007). Adanya konsep Tri Hita Karana yaitu, tiga hal yang diyakini dapat memberikan kebahagian dalam kehidupan, sehingga bila dijalani dengan keselarasan akan tercipta keharmonisan yang dalam implementasinya dapat membentuk karakter masyarakat Bali yang peduli akan hubungan antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), manusia dengan sesamanya (pawongan), dan manusia dengan lingkungan (palemahan). Penggunaan endek pun didasari oleh nilai-nilai dari konsep Tri Hita Karana. Contohnya, endek cepuk dengan motif sakral yang khusus dipergunakan dalam upacara keagamaan sebagai rasa hormat kepada Sang Pencipta. Selain itu, pegringsingan yang juga merupakan kain tenun ikat yang sakral, wajib digunakan pada upacara-upacara keagamaan seperti upacara Ngaben dan Mepandes di Bali. Berbeda dengan motif endek untuk upacara keagamaan yang lebih banyak menggunakan motif-motif patra dan encak saji yang bersifat sakral, endek yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan sosial masyarakat pada umumnya bermotif nuansa alam. Kreativitas yang tercipta dari pembuatan endek secara tidak langsung telah mengantarkan endek sebagai identitas keunggulan budaya lokal. Harmonisasi kehidupan yang dijalani perajin endek memberi inspirasi dalam penciptaan desain-desain endek yang lebih atraktif. Menurut I Nyoman Gunadi selaku perajin Endek, proses pembuatan endek dan penciptaan desainnya lebih mudah dilakukan dengan adanya kepedulian terhadap sekitar. Rasa kepedulian memberikan kemampuan untuk melihat perubahan-perubahan dengan lebih cepat.

Adanya perhatian terhadap semua unsur di dunia ini menjadikan busana yang dibuat oleh orang-orang bali dulu memiliki nilai lebih. Nilai lebih ini menurut desainer Abinanda sangat disadari oleh leluhur orang Bali dulu dan mereka mewariskan kepada generasi di bawahnya bahan-bahan pakaian yang berkualitas, yang pembuatannya melibatkan segenap ketekunan, kesabaran dan nilai seni yang tinggi (Putra, 2009). Seni menenun yang dilakukan oleh orang Bali dulu dan hingga kini masih dilakukan untuk menciptakan kain endek merupakan nilai lebih yang dimiliki oleh kain endek. Pembuatan endek Bali masih melibatkan ritual untuk menghasilkan kain yang berkualitas, sehingga selain mendapatkan selembar kain, orang yang membeli endek juga telah mendapatkan kain yang penuh cerita dan makna. Ini dapat dijadikan sebagai alat promosi bagi pelaku industri endek dalam menjual endeknya. Dalam memasarkan endek tidak lagi memasarkan selembar kain, namun kain yang memiliki cerita, dan ini menjadi daya saing tersendiri bagi endek di pasar dunia.

Namun, dalam memasarkan endek dengan cara menyatukan endek dan cerita serta kekhasan budaya yang ada di dalamnya, endek yang dikomersilkan tetap hanya endek-endek yang memang boleh digunakan bukan endek yang disakralkan. Karena dengan mengkomersilkan endek yang memiliki nilai kesakralan dan hanya boleh digunakan pada saat-saat tertentu, akan merusak nilai dari endek itu sendiri. Oleh karena itu, kemampuan menciptakan endek yang lebih kreatif dapat dilakukan melalui kesadaran terhadap sekitar (Tri Hita Karana) dan memasarkannya sebagai kain yang memiliki nilai lebih dari cerita yang terkandung dalam endek tanpa harus mengkormesilkan endek yang memiliki kesakralan.

C. Upaya yang Dapat Dilakukan Dalam Mengembangkan Industri Endek

Dalam usaha menembus pasar dunia, diperlukan upaya-upaya untuk menjadikan industri endek sebagai industri berbasis budaya lokal, tapi mampu masuk pasar internasional. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, namun masih ada beberapa upaya yang belum dijangkau oleh pelaku industri endek ataupun pemerintah.

1. Meningkatkan Daya Saing Endek Melalui Penciptaan Kreasi Endek

Dalam upaya menciptakan daya saing bagi endek di pasar nasional dan kemudian masuk ke pasar internasional adalah dengan meciptakan kreasi endek yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Ada beberapa cara untuk meningkatkan daya saing endek melalui penciptaan kreasi endek, yaitu:

a. Menciptakan desain endek yang lebih beragam seperti menambahkan bordir-bordir pada kain endek, mengkombinasikan endek dengan kain lain, dan menambahkan lukisan pada kain endek.

b. Membuat endek yang lebih atraktif dari segi warna, karena selama ini warna-warna kain endek terkesan monoton. Jadi dengan membuat warna-warna endek lebih atraktif dan sesuai selera pasar dapat meningkatkan daya saing endek.

c. Menciptakan motif-motif endek yang lebih dinamis tanpa menghilangkan unsur budaya yang ada, seperti mengunakan motif alam Bali atau motif penari Bali, dan ciri khas lainnya yang menunjukkan unsur budaya Bali dengan menggunakan desain bordir ataupun lukisan pada endek.

d. Menjadikan endek Bali lebih nyaman digunakan dan tidak kaku seperti kain endek yang ada saat ini. Kain endek yang ada saat ini terkesan berat dan kaku, sehingga diperlukan pemilihan bahan-bahan pembuatan endek yang nyaman dan mudah dirawat.

2. Memasarkan Endek dengan Menjual Keunikan Endek

Di masyarakat internasional warisan budaya memiliki daya tarik tersendiri, apalagi di tengah kemajuan teknologi saat ini. Hal-hal yang mengandung nilai-nilai sejarah dan budaya yang kuat dan tradisional sangat dihargai oleh orang-orang di mancanegara, khususnya orang-orang Eropa dan Amerika. Untuk masuk ke pasaran internasional, endek tidak akan mampu menjuarai fashion dunia jika hanya menjual endek sebagai kain yang bagus. Oleh karena itu sangatlah penting agar para pelaku industri endek menjual endek sebagai kain yang bernilai sejarah dan budaya masyarakat Bali. Endek yang akan dijual di pasar internasional bukan hanya sekedar kain, tapi sebagai kain yang dibuat dengan keunggulan budaya masyarakat Bali seperti Tri Hita Karana dan cerita-cerita daerah yang ada seputar kain endek, serta endek sebagai kain yang diproduksi secara tradisional dengan keuletan masyarakat Bali.

Sebaiknya endek tidak lagi dijual seperti menjual kain biasa. Penjualan melalui mulut ke mulut juga tidak akan membantu endek dalam merebut pasar domestik ataupun internasional. Diperlukan manajemen yang baik untuk memasarkan endek melalui media-media seperti internet ataupun melalui pameran-pameran yang berskala domestik ataupun internasional. Endek yang dipasarkan memang memiliki nilai budaya dan tradisional yang tinggi, tapi pemasaran yang dilakukan harus lebih modern dan mampu mengikuti perkembangan pasar.

3. Memasuki Pasar Dunia Melalui Perancang-Perancang Busana Ternama

Pemasaran endek saat ini masih belum bersifat tradisional dan belum ada gebrakan yang berarti untuk menjadikan endek sebagai fashion dunia, bahkan di Indonesia pun endek masih belum mampu menyaingi kepopuleran kain batik. Oleh karena itu diperlukan bantuan dari perancang-perancang busana untuk memperkenalkan endek lebih luas. Perajin endek bekerja sama dengan para perancang busana untuk memperkenalkan endek melalui pentas-pentas peragaan busana baik di tingkat nasional maupun internasional.

Kain endek, menurut salah satu desainer ternama di Bali, Tjokorda Gede Abinanda S sebenarnya dapat dikembangkan menggunakan hasil-hasil pemikiran baru tanpa harus kehilangan ciri yang paling mendasar dari tekstil yang dipergunakan (Putra, 2009). Rancangan baru ini mendekatkan rancangan tradisional setempat dengan trend yang berkembang di dunia internasional. Kuncinya adalah mengembangkan motif-motif tradisional menjadi motif-motif yang berorientasi pada pasar global. Karena konsep berpakaian masyarakat saat ini lebih didasarkan pada model dan kenyamanan serta mematahkan kesan berat yang dipikul endek. Beberapa desainer telah menjadikan endek sebagai busana yang tampil trendi dan sangat casual. Banyak ragam hias Bali yang sangat menarik bisa digali dan ditanam pada sebuah kain. Melalui tangan desainer ternama bukan tidak mungkin dari kain endek diciptakan busana bergaya pakaian India dengan warna dan patter-nya atau bergaya romantik atau mongolia dengan sentuhan etnik.

Gambar 4.1 Contoh Desain Busana dari Endek

Sumber : Dewa Ketut Putra, 2009

4. Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Endek

Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan endek menuju fashion dunia. Kemudahan perizinan untuk ekspor akan mendorong pelaku industri endek untuk mengekspor endek ke negara-negar yang potensial. Peraturan pemerintah di bidang perlindungan hak cipta juga diharapkan mendukung berjalannya industri kreatif berbasis budaya, khususnya endek. Banyaknya kasus penjiplakan dan pengakuan hak cipta sering sekali merugikan pemilik ide atau gagasan. Hal ini mungkin saja terjadi suatu saat nanti pada desain-desain endek yang telah diperkenalkan ke masyarakat, apabila pengurusan perlindungan hak kekayaan intelektual masih berbelit dan membutuhkan waktu lama serta biaya yang banyak.

Selain itu pemerintah dalam meningkatkan daya saing endek dapat memberikan pelatihan-pelatihan kepada perajin untuk menciptakan desain atau motif endek. Salah satu pelatihan yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing tenun dan bordir khas Bali,adalah menggelar pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi 15 orang perajin kecil di Kota Denpasar. Selain untuk mengajarkan teknik desain endek, pelatihan yang diadakan Deperindag Kota Denpasar juga bertujuan untuk menumbuh kembangkan usaha kecil di pedesaan sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga.

Pemerintah Kota Denpasar juga melalui Dekranasda Kota Denpasar, mendorong para perajin binaannya untuk mengembangkan desain yang sudah ada melalui pelatihan dengan binaan dan arahan langsung dari desainer kondang Samuel Watimena yang memberi sentuhan modern tanpa menghilangkan karakter dan roh dari kain endek itu sendiri. Dari upaya tersebut lahirlah kain endek Denpasar yaitu perpaduan desain tradisional dengan estetika tumpal bordir modern yang dinamis dalam bentuk yang menjadi ciri khas kain endek Denpasar (Bisnis Bali, 2008).Pelatihan-pelatihan seperti di atas wajib menjadi agenda pemerintah daerah untuk memajukan endek sebagai industri yang berangkat dari budaya lokal menuju pasar internasional.

Upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah dan sebaiknya dipertahankan bahkan diperluas ke segmen lainnya, adalah dengan mewajibkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bali untuk menggunakan endek sebagai seragam. Upaya ini sangat membantu pemasaran endek, dan upaya ini dapat diperluas tidak hanya PNS tapi juga pegawai BUMN dan pegawai swasta, ini dapat dilakukan melalui imbauan pemerintah daerah. Dengan membiasakan endek di kalangan pegawai, bukan tidak mungkin endek akan lebih cepat masuk ke masyarakat domestik lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2008. Industri Kreatif. http://duniaanda.com/apa-aja-sich-industri-kreatif-itu.html [27 Maret 2009]

______. 2006. Proses Pembuatan Tenun Ikat. http://www.balinusahandicraft.com/process.html [27 Maret2009]

______. 2007. Angkat Daya Saing Endek, Disperindag Gelar Diklat Bordir. http://www.denpasarkota.go.id/instansi/?cid==kjN&s=i_berita&id=612. [ 4 April 2009]

Ardika, I Wayan. 2007. Kebudayaan Lokal, Multikultural, dan Politik Identitas dalam Releksi hubungan Antaretnis Warta Ekonomi Kearifan Lokal dengan Warga Cina di Bali. http://elka.umm.ac.id/artikel4.htm. [ 4 April 2009]

Ari. 2006. Endek Bali Jalan, tapi Terengah-Engah. http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=1901 [4 April 2009]

Bisnis Bali. 2008. Populerkan Endek Denpasar Gaet Desainer Ternama. http://www.bisnisbali.com/2008/07/23/news/gayahidup/n.html. [4 April 2009]

Disperindag. 2007. Direktori Perindustrian Provinsi Bali Tahun 2006. Disperindag. Bali.

Disperindag. 2008. Katalog Pameran Pekan Kesenian Bali. Disperindag. Bali.

Gorda, I Gusti Ngurah. 1999. Manajemen dan Kepemimpinan Desa Adat di Propinsi Bali dalam Perspektif Era Globalisasi. Denpasar: Widya Aksara Nasional Denpasar.

Gun. 2007. Tentang Rendahnya Daya Saing Motif Lokal Desainer Lokal Perlu Evaluasi. http://www.bisnisbali.com/2007/09/20/news/gayahidup/ut.html [27 Maret 2009]

Kompas. 2009. Penetrasi ke Timur Tengah Ekspor Tekstil Optimis capai 8 Miliar dolar AS. http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/02/23/14284033 [ 28 Februari 2009]

Kartiwa, Suwati. 2007. Ragam Kain Tradisional Indonesia Tenun Ikat. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.

Jhingan, M. L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Nusa Bali. 16 Juni, 2006. Bintang Puspayoga Luncurkan Endek Denpasar, Nusa Bali, hlm. 4.

Putra, Dewa Putu. 2009. Terang Suram Endek Bali. http://www.saradbali.com/edisi106/seni.htm [ 4 April 2009]

Simatupang, Togar M. 2008. Industri Kreatif. http://www.slideshare.net/togar/industri-kreatif-indonesia [ 4 April 2009]

Suarjaya. 28 Februari 2009. Perajin Endek Diminta Sinergi dengan Desainer. Bisnis Bali, hlm. 4.

Sukawati, Cok Gd. A. Putra. 28 Februari 2009. Membangun Bali dengan Spirit Yadnya dan Berbasis Kearifan Lokal. Bisnis Bali, hlm. 12.

Sukirno, Sadono. 2008. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Suryadistra. 2007. Tri Hita Karana. http://suryadistira.blogspot.com/2008/10/tri-hita-karana.html [4 April 2009]

Widiyanti, Arin. 2007. Industri Ekonomi Kreatif Menggeliat. http://www.detikfinance.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/10/tgl/23/time/170644/idnews/844156/idkanal/4 [ 27 Maret 2009]

Zumar, Dhorifi. 2008. Pentingnya Ekonomi Kreatif. No.12/Tahun XX/9 Juni 2008