Senin, 02 November 2009

Membangun Kemampuan Publik Speaking

Berbicara adalah salah satu bentuk komunikasi yang biasa digunakan manusia dalam berinteraksi sehari-hari. Sebagai upaya penyampaian pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan, media yang paling mudah dilakukan adalah melalui komunikasi verbal, yaitu berbicara. Kemampuan berkomunikasi melalui verbal seringkali terbatas pada percakapan individu atau tingkat komunikasi dalam lingkup kecil. Rata-rata individu mengalami kesulitan dalam berkomunikasi verbal dalam lingkup besar atau berbicara di depan umum, dimana terdapat banyak peserta yang menjadi pendengar atau penerima pesan.

Ketakutan berbicara di depan umum merupakan hal yang paling sering dialami oleh orang-orang, bahkan ketika harus berbicara dalam diskusi kecil pun seseorang yang pintar belum tentu mampu mengutarakan pandangannya karena ketakutan berbicara di depan umum. Dalam sebuah studi di Amerika Serikat tehadap 10.000 manajer, 32 persen menyatakan, bahwa berbicara di depan umum adalah hal yang menakutkan. Ketakutan berbicara di depan umum bahkan dikatakan melebihi ketakutan menghadapi kesulitan keuangan, ketakutan kelebihan bobot badan, dan kematian (Walters, 1989;dalam Macnamara, 1996). Dengan kata lain sepertiga dari orang dalam studi tersebut “lebih baik mati daripada harus berpidato”.

Kemampuan berbicara di depan umum tidak hanya terletak pada penguasaan materi atau pesan yang ingin disampaikan, tetapi dalam membangun komunikasi publik yang efektif perlu latihan dan proses belajar. Kemampuan seseorang untuk berbicara di depan umum tidak diperoleh dari sejak lahir melainkan seseorang akan semakin terampil berbicara di hadapan publik melalui latihan dan pembelajaran (Maksum, 2005). Penguasaan materi dan subyek pengetahuan serta kemampuan berbicara dengan penuh wibawa juga memerlukan persiapan yang matang agar presentasi yang dilakukan mampu menyampaikan pesan yang dimaksud dan memberi pengaruh dan umpan balik dari pendengar.

Persiapan awal yang perlu dilakukan sebelum presentasi adalah menyiapkan ringkasan materi, meperhatikan penampilan, dan memastikan peralatan (audio visual) berfungsi dengan baik (Sudaryono,2008). Ringkasan materi ini diperlukan agar point-point penting yang ingin disampaikan tidak lupa. Kata-kata kunci disusun secara sistematis agar penyampaiannya juga berjalan sistematis. Misalnya dalam kegiatan pidato sambutan ketua panitia dalam sebuah institusi pendidikan. Point-pointnya adalah ucapan penghormatan kepada pimpinan, ucapan terimakasih kepada hadirin yang telah hadir, ucapan terimakasih kepada segenap panitia, baru masuk kepada inti kenapa acara dilakukan. Dalam komunikasi publik, penampilan adalah kesan pertama. Penampilan, walau bisa jadi sederhana, yang penting terlihat rapi, rambut tertata dengan baik, tidak banyak batuk-batuk, tenang, tidak celingukan sana-sini. Jika dalam sebuah acara besar yang dihadiri banyak peserta, tidak adanya peralatan yang mendukung, bisa jadi berakibat fatal. Tidak menutup kemungkinan, komunikasi publik akan berantakan karena otomatis peserta tidak tahu/dengar apa yang dibicarakan. Pembicara membuat topik pembicaraan sendiri dan tidak mendengarkan karena memang tidak ada yang bisa didengarkan.

Dalam penyajian presentasi atau pesan selama berbicara di hadapan publik ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan seperti buat catatan ringkas dari bagian-bagian yang akan disampaikan, jangan menulis sesuatu di luar penyajian, jangan menghafal kata demi kata, sampaikan informasi dalam bentuk ilustrasi atau contoh, kuasai pengetahuan secara luas, jangan cemas waktu penyajian, dan jangan meniru gaya orang lain, jadilah diri sendiri (Carnegie, 1985). Ketepatan waktu penyajian juga menjadi hal yang penting. Persiapan yang baik termasuk merancang waktu penyajian secara tepat. Ketepatan waktu tentu harus proporsional untuk pengantar, isi pembicaraan, kesimpulan, dan saran.

Selain hal-hal di atas, hal lain yang perlu diperhatikan oleh pembicara adalah performance yang mengandung unsur-unsur hukum komunikasi sepeti yang pertama,menghargai pendengar(respect) melalui apresiasi/ ucapan terima kasih ataupun menyampaikan kritik dengan sopan dan tidak frontal. Kedua, menempatkan diri pada posisi pendengar (empathy), yaitu memahami dengan benar latar belakang pendengar seperti umur, pendidikan, tingkat sosial, dan harapan-harapannya menghadiri acara tersebut, sehingga pembicara mampu menciptakan kedekatan dan sama rasa yang membantu pembicara dalam menyampaikan pesannya, bisa juga empathy ditunjukkan melalui keterbukaan dalam menerima kritikan dari pendengar. Ketiga, dapat didengarkan dengan baik (audible), yang berhubungan dengan ketersediaan alat bantu agar lebih mudah di dengar ataupun dalam visualisasi materi yang disajikan, atau bisa juga berupa kondisi yang kondusif sehingga perhatian pendengar jelas terhadap pembicara. Keempat adalah kejelasan pesan yang disampaikan (clarity), hal ini menyangkut kejelasan isi materi pesan yang ingi disampaikan agar tidak bias dan multi tafsir. Selain itu juga diperlukan penyampaian yang fokus dan tidak panjang dan melebar ke hal-hal yang melenceng dari topik awal, pentingnya intonasi yang tepat dan pemberian anekdot yang menyangkut topik pembicaraan juga menjadi hal penting yang dapat menghindarkan kebosanan. Terakhir, adalah sikap rendah hati (humble), yang berarti pembicara wajib untuk menghindari pembicaraan dan gaya berbicara yang berlebihan dan terkesan menggurui. Hal ini penting untuk diperhatikan agar tidak menimbulkan kesan yang buruk di hadapan pendengar, sehingga tidak mampu memberikan umpan balik atau respon yang sesuai serta tidak tercapainya tujuan penyampaian materi.

Respon dari pendengar merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan penyampaian pesan dalam sebuah komunikasi. Hadirin hanya akan mendengarkan pembicara, apabila ada perhatian (attention) karena penampilan, sikap, dan perilaku pembicara yang menumbuhkan minat (interest) dan rangsangan (desire), sehingga hadirin berani mengambil keputusan (decision) untuk bertindak (action) dengan memperhatikan, mendengarkan, bertanya, memberikan tanggapan, dan lain-lain. Lebih jauh lagi, hadirin berusaha mengadopsi, mencoba, dan menerapkannya (Maksum,2005).

Dalam mengupayakan agar materi yang disampaikan mudah diingat dan mampu menciptakan respon yang diharapkan maka pembicara perlu mempersiapkan materi yang bisa diserap oleh otak kiri dan otak kanan. Perlu ada penyajian yang mengkombinasi antara penyajian yang lebih mudah diserap oleh otak kiri dengan penyajian yang lebih mudah diserap oleh otak kanan. Seringkali penyajian yang cenderung analisis dan penuh dengan pemaparan fakta-fakta akan membuat bosan pendengar yang lebih menggunakan otak kanannya, begitu pula sebaliknya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penyajian lebih menarik dan mampu diingat oleh pendengar adalah mengadakan pendekatan gabungan, dimana jangan hanya menganggap pendengar sebagai radio yang disetel pada satu gelombang. Selain itu diperlukan jugapenyajian yang seimbang antara fakta dengan fantasi, seperti melalui contoh dan anekdot-anekdot yang mempermudah penyampaian materi. Penyajian juga dapat diberikan melalui meberikan metafora (gambaran secara verbal) dan gambar-gambar melalui slide. Terakhir, pembicara dapat memberikan pemaparan tidak hanya berupa pemikiran yang tersusun rapi tapi juga sedikit pemikiran yang tidak masuk akal, seperti membuat sajak-sajak untuk membungkus hal-hal yang rumit.


Tips melakukan public speaking :

1. Berjalan tegap ke podium acara sambil senyum kepada audience. Kalau ada orang

2. penting dalam forum, menundukkan kepala untuk memberikan penghormatan diperlukan.

3. Mulailah dengan salam pembuka dan ucapan terimaksih kepada panitia atau hadirin yang telah berkenan membantu dan hadir dalam acara yang diadakan.

4. Bicaralah beberapa point saja karena peserta tidak akan mampu mengingat banyak point dalam satu waktu acara.

5. Tidak harus memfokuskan pada seluruh hadirin, fokuskan kepada mereka yang dirasa tertarik saja.

6. Perkaya topik pembicaraan dengan berita-berita terkini.

7. Selingi pembicaraan dengan anekdot (cerita lucu) agar tidak membosankan hadirin. Isinya, tentu disesuaikan dengan tema acara yang sedang dilangsungkan. Karena kalau tidak, kegagalan dalam melucu bisa menjadi bumerang tersendiri bagi pembicara bahkan bisa membuat malu pembicara yang akhirnya tidak lagi punya kepercayaan diri seperti yang telah dibangun sejak awal acara.

8. Usahakan ada interaksi yang baik antara pembicara dengan audience, misalnya dengan melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan topik yang sedang dibahas.

9. Mengingat waktu yang diberikan. Usahakan materi yang disampaikan tidak melebihi waktu yang disediakan, walaupun merasa masih cukup banyak materi yang ingin disampaikan.

10. Memberikan kesimpulan singkat materi yang diberikan agar bisa diingat kembali oleh hadirin.

11. Tutup acara dengan kata-kata yang berkesan dan menggugah.