Cadangan devisa Indonesia selama tahun 2012 ampai awal tahun
2013 mengalami trend penurunan walaupun di pertengahan tahun 2012
memperlihatkan kenaikan, namun di awal 2013 kembali turun tajam. Kebutuhan
dalam negeri Indonesia selama ini masih banyak yang dipenuhi oleh produk-produk
impor, sedangkan ekspor Indonesia mengalami penurunan akibat permintaan global
yang menurun sebagai dampak krisis ekonomi dunia. Eksportir juga masih banyak
yang menyimpan dana hasil ekspornya di bank luar negeri, selain karena adanya
perjanjian/kontrak namun juga karena alasan biaya yang lebih murah serta
kurangnya kepercayaan dalam menyalurkan dana hasil ekspornya di bank devisa
dalam negeri.
Indonesia, walaupun merupakan negara yang kaya sumber daya
alam dan tenaga kerja, kebutuhan masyarakatnya terutama pangan dan sandang
ternyata ditopang oleh impor. Kebijakan impor daging sapi dan kedelai memberi
dampak bagi inflasi bahan makanan di Indonesia. Kurangnya kemampuan dalam
negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebenarnya hal yang aneh. Setiap
orang di Indonesia mengenal Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya
alamnya, minyak bumi, batubara, dan mineral-minerah hasil tambang yang
berlimpah semuanya ada di Indonesia, namun hasilnya lebih banyak lari keluar
negeri, karena perusahaan pengeruk hasil bumi di Indonesia kebanyakan
perusahaan asing. Konsumsi BBM di Indonesia juga luar biasa besar,Pertamina
menghabiskan miliaran dollar AS untuk membeli BBM, subsidi bahan bakar minyak
dan aliran kendaraan bermotor milik perusahaan asing di Indonesia yang dijual
dengan begitu mudah membuat lbh banyak devisa yang dibakar.
Di akhir tahun 90-an, masyarakat Indonesia harus merogoh
saku lebih dalam kalau ingin menikmati apel merah ataupun buah pir karena buah
tersebut termasuk buah impor yang mahal, namun saat ini buah-buahan impor
justru lebih murah daripada buah-buahan lokal. Harga sekilo manggis dengan
harga sekilo jeruk mandarin justru lebih mahal harga sekilo manggis. Masyarakat
pun lebih banyak mengkonsumsi buah impor, buah lokal semakin tersingkir.
Walaupun kini pemerintah mulai membatasi impor buah, tidak serta merta memberi
efek baik bagi perekonomian dalam negeri. Dampaknya perusahaan-perusahaan
makanan minuman yang memerlukan bahan baku buah-buahan meradang akibat
kebutuhan buah tidak sepenuhnya dapat didapatkan dari dalam negeri.
Banyak kasus dimana ketika pemerintah melakukan
kebijakan-kebijakan pembatasan impor, yang mana tentu saja dapat mengurangi
beban devisa, justru kemudian menimbulkan permasalahan baru, seperti inflasi
akibat kurangnya supply dan
tersendatnya bahan baku bagi industri. Sepertinya Indonesia sudah tidak lagi
menjadi negara agraris, karena kebutuhan pangan seperti daging sapi, kedelai,
dan buah-buahan tidak lagi bisa dipenuhi oleh petani dalam negeri. Kebanyakan
bahan pangan impor dari Amerika Serikat, Thailand, Australia, dan bahkan Jepang
yang jumlah lahannya lebih sedikit dibanding lahan di Indonesia.
Kebutuhan sandang saat ini juga sebagian besar dipenuhi oleh
produk-produk impor, khususnya produk dari China yang harganya jauh lebih murah
dari produk lokal sehingga banyak perusahaan-perusahaan lokal yang tutup akibat
kehilangan pasar. Produk-produk asing mampu di jual murah, lalu kenapa di
Indonesia pengusaha tidak mampu menghasilkan produk dengan harga yang bersaing?
Biaya produksi yang tinggi menjadi salah satu penyebab tingginya harga jual
produk-produk Indonesia. Bunga kredit, biaya upah, listrik yang masih tinggi,
dan birokrasi menjadi salah satu inefisiensi produksi dalam negeri.
Sampai saat ini blue
print perekonomian Indonesia masih belum jelas, entah akan memilih
pengembangan sektor pertanian, industri, atau jasa. Sedangkan negara-negara
tetangga berkembang karena telah memilih competitive
advantage yang memberi nilai tambah dalam persaingan Internasional.
Thailand yang fokus pada pertanian, menjadi pemasok bahan pangan ke
negara-negara lain, salah satunya Indonesia. Jepang yang maju sebagai negara
industri dengan perkembangan teknologi maju menjadi pemasok mesin-mesin,
kendaraan, dan elektronik bagi negara-negara lainnya. Lucunya, Indonesia
menggunakan lebih banyak mobil dan sepeda motor perusahaan Jepang, lebih banyak
daripada penduduk Jepang sendiri. Bukan karena penduduk Indonesia yang lebih
banyak daripada penduduk Jepang, namun karena Jepang memiliki sarana/fasilitas
transportasi umum yang layak dan terintegrasi, sehingga masyarakatnya lebih
memilih transportasi umum daripada kendaraan pribadi.
Mencontoh Thailand dan Jepang terlihat bahwa investasi pada
salah satu bidang memberikan dampak pada tahun-tahun selanjutnya. Jepang tidak
perlu menghambur-hamburkan devisanya untuk membiayai impor bahan bakar minyak
untuk konsumsi masyarakatnya, karena adanya transportasi umum. Sedangkan
Thailand sebagai negara agraris bukan berarti pertaniannya bersifat
konvesional, nyaris setiap makanan hasil rekayasa genetika yang terkenal di
Indonesia selalu diakhiri dengan Bangkok (ibukota Thailand) seperti jambu
bangkok dan durian bangkok.
Lalu kenapa Indonesia masih memiliki pertumbuhan yang bagus
ketika banyak negara-negara di Eropa yang nyaris bangkrut? Itu disebabkan dari
sumber daya alam dan jumlah penduduk yang berlimpah, saat ini sumber daya alam
digerus untuk memenuhi kepentingan bisnis, kebanyakan sumber daya alam yang
tidak bisa diperbarui. Jumlah penduduk yang berlimpah memberi efek positif
berupa daya serap/konsumsi tinggi sehingga masih bisa mendorong pertumbuhan
PDB, sayangnya hal tersebut jika dibiarkan terus menerus tanpa diimbangi dengan
pertumbuhan produktivitas maka tidak diragukan lagi beberapa tahun ke depan
krisis akan melanda Indonesia lagi.
Lihat saja kebijakan impor yang telah disebutkan tadi,
ketika produksi dalam negeri tidak mampu menggantikan kedudukan produk impor,
harga-harga menjadi naik. Pemerintah yang mengambil tindakan untuk mencegah
semakin berkurangnya devisa dan melemahnya rupiah melalui kebijakan pengurangan
impor merupakan peluang bagi pengusaha dalam negeri, sayangnya kompetensi dalam
negeri tidak mampu meraih peluang tersebut. Selain itu kesadaran masyarakat
tentang perlunya menggunakan produk dalam negeri dibanding memilih produk impor
masih sangat rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar