Selasa, 26 Februari 2013

Mandirikan aku bangsa tercinta



Cadangan devisa Indonesia selama tahun 2012 ampai awal tahun 2013 mengalami trend penurunan walaupun di pertengahan tahun 2012 memperlihatkan kenaikan, namun di awal 2013 kembali turun tajam. Kebutuhan dalam negeri Indonesia selama ini masih banyak yang dipenuhi oleh produk-produk impor, sedangkan ekspor Indonesia mengalami penurunan akibat permintaan global yang menurun sebagai dampak krisis ekonomi dunia. Eksportir juga masih banyak yang menyimpan dana hasil ekspornya di bank luar negeri, selain karena adanya perjanjian/kontrak namun juga karena alasan biaya yang lebih murah serta kurangnya kepercayaan dalam menyalurkan dana hasil ekspornya di bank devisa dalam negeri.

Indonesia, walaupun merupakan negara yang kaya sumber daya alam dan tenaga kerja, kebutuhan masyarakatnya terutama pangan dan sandang ternyata ditopang oleh impor. Kebijakan impor daging sapi dan kedelai memberi dampak bagi inflasi bahan makanan di Indonesia. Kurangnya kemampuan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebenarnya hal yang aneh. Setiap orang di Indonesia mengenal Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alamnya, minyak bumi, batubara, dan mineral-minerah hasil tambang yang berlimpah semuanya ada di Indonesia, namun hasilnya lebih banyak lari keluar negeri, karena perusahaan pengeruk hasil bumi di Indonesia kebanyakan perusahaan asing. Konsumsi BBM di Indonesia juga luar biasa besar,Pertamina menghabiskan miliaran dollar AS untuk membeli BBM, subsidi bahan bakar minyak dan aliran kendaraan bermotor milik perusahaan asing di Indonesia yang dijual dengan begitu mudah membuat lbh banyak devisa yang dibakar.

Di akhir tahun 90-an, masyarakat Indonesia harus merogoh saku lebih dalam kalau ingin menikmati apel merah ataupun buah pir karena buah tersebut termasuk buah impor yang mahal, namun saat ini buah-buahan impor justru lebih murah daripada buah-buahan lokal. Harga sekilo manggis dengan harga sekilo jeruk mandarin justru lebih mahal harga sekilo manggis. Masyarakat pun lebih banyak mengkonsumsi buah impor, buah lokal semakin tersingkir. Walaupun kini pemerintah mulai membatasi impor buah, tidak serta merta memberi efek baik bagi perekonomian dalam negeri. Dampaknya perusahaan-perusahaan makanan minuman yang memerlukan bahan baku buah-buahan meradang akibat kebutuhan buah tidak sepenuhnya dapat didapatkan dari dalam negeri.

Banyak kasus dimana ketika pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan pembatasan impor, yang mana tentu saja dapat mengurangi beban devisa, justru kemudian menimbulkan permasalahan baru, seperti inflasi akibat kurangnya supply dan tersendatnya bahan baku bagi industri. Sepertinya Indonesia sudah tidak lagi menjadi negara agraris, karena kebutuhan pangan seperti daging sapi, kedelai, dan buah-buahan tidak lagi bisa dipenuhi oleh petani dalam negeri. Kebanyakan bahan pangan impor dari Amerika Serikat, Thailand, Australia, dan bahkan Jepang yang jumlah lahannya lebih sedikit dibanding lahan di Indonesia.

Kebutuhan sandang saat ini juga sebagian besar dipenuhi oleh produk-produk impor, khususnya produk dari China yang harganya jauh lebih murah dari produk lokal sehingga banyak perusahaan-perusahaan lokal yang tutup akibat kehilangan pasar. Produk-produk asing mampu di jual murah, lalu kenapa di Indonesia pengusaha tidak mampu menghasilkan produk dengan harga yang bersaing? Biaya produksi yang tinggi menjadi salah satu penyebab tingginya harga jual produk-produk Indonesia. Bunga kredit, biaya upah, listrik yang masih tinggi, dan birokrasi menjadi salah satu inefisiensi produksi dalam negeri.

Sampai saat ini blue print perekonomian Indonesia masih belum jelas, entah akan memilih pengembangan sektor pertanian, industri, atau jasa. Sedangkan negara-negara tetangga berkembang karena telah memilih competitive advantage yang memberi nilai tambah dalam persaingan Internasional. Thailand yang fokus pada pertanian, menjadi pemasok bahan pangan ke negara-negara lain, salah satunya Indonesia. Jepang yang maju sebagai negara industri dengan perkembangan teknologi maju menjadi pemasok mesin-mesin, kendaraan, dan elektronik bagi negara-negara lainnya. Lucunya, Indonesia menggunakan lebih banyak mobil dan sepeda motor perusahaan Jepang, lebih banyak daripada penduduk Jepang sendiri. Bukan karena penduduk Indonesia yang lebih banyak daripada penduduk Jepang, namun karena Jepang memiliki sarana/fasilitas transportasi umum yang layak dan terintegrasi, sehingga masyarakatnya lebih memilih transportasi umum daripada kendaraan pribadi.

Mencontoh Thailand dan Jepang terlihat bahwa investasi pada salah satu bidang memberikan dampak pada tahun-tahun selanjutnya. Jepang tidak perlu menghambur-hamburkan devisanya untuk membiayai impor bahan bakar minyak untuk konsumsi masyarakatnya, karena adanya transportasi umum. Sedangkan Thailand sebagai negara agraris bukan berarti pertaniannya bersifat konvesional, nyaris setiap makanan hasil rekayasa genetika yang terkenal di Indonesia selalu diakhiri dengan Bangkok (ibukota Thailand) seperti jambu bangkok dan durian bangkok.

Lalu kenapa Indonesia masih memiliki pertumbuhan yang bagus ketika banyak negara-negara di Eropa yang nyaris bangkrut? Itu disebabkan dari sumber daya alam dan jumlah penduduk yang berlimpah, saat ini sumber daya alam digerus untuk memenuhi kepentingan bisnis, kebanyakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui. Jumlah penduduk yang berlimpah memberi efek positif berupa daya serap/konsumsi tinggi sehingga masih bisa mendorong pertumbuhan PDB, sayangnya hal tersebut jika dibiarkan terus menerus tanpa diimbangi dengan pertumbuhan produktivitas maka tidak diragukan lagi beberapa tahun ke depan krisis akan melanda Indonesia lagi.

Lihat saja kebijakan impor yang telah disebutkan tadi, ketika produksi dalam negeri tidak mampu menggantikan kedudukan produk impor, harga-harga menjadi naik. Pemerintah yang mengambil tindakan untuk mencegah semakin berkurangnya devisa dan melemahnya rupiah melalui kebijakan pengurangan impor merupakan peluang bagi pengusaha dalam negeri, sayangnya kompetensi dalam negeri tidak mampu meraih peluang tersebut. Selain itu kesadaran masyarakat tentang perlunya menggunakan produk dalam negeri dibanding memilih produk impor masih sangat rendah.

NB: pertunjukkan-pertunjukan seperti konser musik dengan bintang tamu artis luar negeri juga merupakan salah satu bentuk impor, dimana yang diimpor adalah jasa pertunjukkan sehingga hal tersebut juga dapat mengurangi devisa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar